Keluargaku Surgaku


KeluargakuIBU

Tidak ada kata-kata yang dapat mewakili tentang ketulusan seorang Ibu. Aku hanya bisa terdiam sampai-sampai aku tidak dapat menulis apapun tentang Ibuku yang tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa. Dengan penuh kesabaran ibu merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Ibu memiliki, perasaan yang peka dan penuh kasih sayang, untuk mencintai semua anak-anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Terimakasih ku untuk Ibu yang telah merawat, membesarkan, mendidik, menyayangi, menjagaku sedari kecil hingga kini.

Maafkan aku Ibu, ampuni segala kesalahan-kesalahanku, begitu banyak dan dosa-dosa yang telah aku perbuat kepada Ibu. Maafkan aku Ibu, ampuni aku. Dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup, berbaktilah, selagi masih ada waktu. Karena di telapak kakinyalah kita menemukan surga.

Dalam sebuah Hadits :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliaa berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

AYAH

Sosok yang terkadang sering kita lupakan, sosok yang penuh kasih sayang dan pengorbanan untuk kita. Dia memiliki hati yang lembut tapi selalu terlihat sangat kuat dan tegas. Sosok tersebut bernama “AYAH

Dan biasanya dalam sebuah keluarga, kita sebagai anak selalu lebih dekat dengan ibu bahkan kakak atau adik, dibanding dengan ayah. Taukah sebenarnya bagaimana ayah kita dibalik setiap sikap tegasnya?

Saat aku berulang tahun, ayahlah orang yang mati-matian bekerja untuk membeli hadiah atau bahkan hanya sebuah kue tart kecil untukku.

Saat aku remaja, aku seringkali menghabiskan waktu diluar rumah bermain bersama teman-teman hingga larut malam, dan ayahlah yang menyuruh ibu menelponku agar aku secepatnya kembali ke rumah.

Saat aku sedang memiliki masalah dan menangis, ayahlah yang menyuruh ibu bertanya kenapa menangis.

Saat aku sedang sakit, ayahlah orang yang rela berusaha mencari dokter walau panas ataupun hujan ayah tidak memperdulikannya, karena ingin anak yang dicintainya segera sembuh.

Saat aku lupa atau melalaikan ibadah, ayahlah orang yang selalu mengingatkanku. Dan ayah selalu menyelipkan namaku dalam setiap doanya.

Tapi mengapa ayah selalu terlihat cuek? Karena ayah tidak ingin terlihat lemah oleh anaknya, ayah menangis saat menyendiri dan terlihat kuat saat bersama anaknya. Dan ayah hanya mengeluh kepada Tuhan. Andai Tuhan bicara dengan ayah kita, “anakmu akan Ku panggil”, mungkin ayah akan mnjawab “tukarlah nyawaku dengan nyawanya, aku ikhlas”.

Kadang kita menghargai ayah hanya karena rasa takut, kadang kita lebih mudah cerita masalah ke ibu dibandingkan ayah. Sesungguhnya dibalik keras kepala ayah, tersimpan hati yang sangat lembut. Selagi ada kesempatan, banggakanlah dia, teruslah buat dia tersenyum. Peluklah ayahmu karna ayah tak mampu mengalahkan egonya. Hargai, hormati, dan cintailah ayahmu melebihi cinta pada diri kita sendiri. Dan berbaktilah kita kepada kedua orangtua kita.

Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad:

عَنْ أبِى هُرَيْرَة (ر) أنَّ رَسُول الله .صَ. قَالَ: إذَا مَاتَ الإنسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ:

صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, اَووَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُولَهُ (رواه ابو داود)

“Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat sesudahnya dan anak yang shalih yang mendo’akannya”.

KAKAK dan ADIK

Pernahkah anda membayangkan bagaimana rasanya jika kita hidup sendiri, jauh dari keluarga dan saudara ?? Sudah pasti sedih, yang akan kita rasakan. Hal ini lah yang aku rasakan saat ini, jauh dari saudara (Kakak dan Adik), kehadiran saudara dapat mengurangi rasa kesedihan dan kegalauan dalam diri kita, dapat berbagi dengan saudara adalah suatu kenikmatan tersendiri, dimana tidak kita temukan dalam diri orang lain (teman atau sahabat).

Tidak sedikit dari kita yang saat ini jauh dari saudara karena suatu hal mungkin karena mendapat tugas / pekerjaan yang menuntut saudara kita berada jauh antar pulau atau Negara, bahkan mungkin sudah lama tidak bertemu maupun komunikasipun tidak, pertengkaran juga sering menjadi pemicu kita berjauhan dengan saudara, hal itu wajar saja, karena meskipun bersaudara kita tidak memiliki prinsip dan pola pikir yang sama, meskipun berbeda pendapat dan prinsip akan tetapi menjadi satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan, sering kita mendengar istilah “tidak ada yang namanya bekas ayah, bekas ibu, atau bekas kakak / adik”.

Seburuk apapun kelakuan saudara kita tetaplah saudara, jika salah satu anggota tubuh kita ada yang sakit maka seluruh tubuh inipun ikut merasakan sakit, sama halnya dengan sebuah keluarga, apabila salah satu saudara kita sedang mengalami masalah, maka keluargapun ikut merasakan kesedihan tersebut. Maka sayangilah keluarga kita, karena didalam keluargalah kita dapat menemukan surga.

Happiness only real when sharedChristopher Johnson McCandless

2 Tanggapan to “Keluargaku Surgaku”

  1. ina jg cayang mami,….

    selalu,… selamanya,…

    mami begitu brrti buat ina,…

    I luv u Mami,…..

Tinggalkan komentar